KPK dan BPK berbeda pendapat mengenai tentang ada atau tidaknya unsur perbuatan melawan hukum di dalam kasus RS Sumber Waras. Sebenarnya, mengapa dua lembaga ini bisa berbeda pandangan?
Perbedaan pandangan itu ada dalam peraturan perundangan yang digunakan kedua belah pihak. KPK menggunakan Perpres No 40 Tahun 2014 dan juga Surat Peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012.
Perpres no 40 Tahun 2014 itu merupakan Pepres yang menggantikan Pepres no 71 Tahun 2012. Aturan tersebut mengatur mengenai pengadaan tanah demi kepentingan umum. KPK menyatakan perbedaan pokok dengan BPK terletak pada peraturan ini.
"Poin yang pokok, perbedaan penggunaan aturan. Perpres Nomor 40 Tahun 2014 itu sebetulnya banyak yang disampaikan di laporan BPK menjadi gugur, itu coba didalami pada waktu auditor BPK bertemu penyelidik kami," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, pada hari Rabu (15/6/2016) lalu.
Dengan menggunakan Perpres itu disebutkan adanya perubahan mekanisme mengenai pembelian tanah oleh instansi lembaga. Ketentuan itu mengenai adanya tahapan perencanaan untuk pembelian lahan di bawah 5 hektare.
"Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari lima hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak," demikian bunyi Pasal 121 dalam Pepres tersebut.
Lahan RS Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI sendiri seluas 3,6 hektare.
Hari ini, Senin (20/6/2016), pimpinan KPK bertandang ke BPK untuk membahas hal ini. Dua unsur pimpinan lembaga negara ini pun mengadakan konferensi pers bersama.
Ditanya wartawan mengenai perbedaan penggunaan peraturan tersebut, Agus mengatakan tim penyelidik KPK dan auditor BPK akan berdiskusi lebih lanjut.
"Mudah-mudahan dengan pendalaman itu nanti kita sudah lihat lagi memang," ujar Agus.
Thanks for reading & sharing Berita Aktual Indonesia